Kemauan untuk Terus Belajar dan Meningkatkan Keterampilan: Kompetensi Utama Memasuki Era Revolusi Industri 4.0

Apakah sebenarnya kompetensi yang diperlukan untuk menyiapkan diri memasuki era Revolusi Industri 4,0? Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Indonesia mengembangkan empat strategi memasuki Revolusi 4,0. Di antara keempat strategi tersebut, strategi pertama dalam mememasuki era Revolusi Industri 4.0 adalah terus belajar dan meningkatkan keterampilan. Apa konsekuensi strategi ini terhadap proses pembelajaran di perguruan tinggi?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita perlu memahami Industri 4,0 itu sebenarnya apa? Industri 4,0 merupakan perubahan dunia kerja ke arah otomatisasi dan pertukaran data melalui sistem siber-fisik (cyber physical systems), Internet untuk segala (Internet of things), komputasi awan (cloud computing), dan komputasi kognitif (cognitive computing). Istilah revolusi digunakan untuk merujuk kepada perubahan dari fase industri sebelumnya, yaitu Industri 1.0, Industri 2,0, dan Industri 1, 0 yang masing-masing mempunyai ciri yang berbeda.

Lalu mengapa kemampuan untuk terus belajar dan meningkatkan keterampilan merupakan kompetensi utama? Jawaban terhadap pertanyaan ini berkaitan dengan definisi Industri 4,0 itu sendiri. Kita simak saja istilah-istilah asing sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif yang digunakan dalam definisi itu. Apa kira-kira konsekuensi dari istilah itu semua terhadap kehidupan dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi? Dapatkan perguruan tinggi mengajarkan itu semua kepada mahasiswanya?

Bayangkan contoh sederhana sebuah pasar swalayan. Saat ini pasar swalayan sebenarnya belum sepenuhnya swalayan. Mengapa? Karena untuk membayar barang yang sudah dibeli masih dilayani kasir. Di negara-negara maju, kini pembeli melayani diri sendiri untuk membayar barang belanjaannya. Menempelkan sendiri barcode setiap barang yang dibelinya di mesin kasir yang tidak dijaga. Terlintas untuk membawa saja langsung keluar? Alarm akan berbunyi dan satpam akan segera muncul entah dari mana.

Maka menghadapi ini semua, proses pembelajaran di perguruan tinggi perlu berubah. Berubah dari memaksa mahasiswa untuk menguasai materi yang diajarkan menjadi mengajak mahasiswa untuk mau terus belajar dan meningkatkan keterampilan. Bagaimana caranya? Tentu tidak bisa bila itu hanya dilakukan oleh dosen. Perlu dukungan kebijakan dari pemerintah dalam hal kurikulum, proses pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar, melalui e-learning misalnya. E-learning bisa dilakukan tanpa harus hadir di kelas, tetapi mengapa daftar hadir tetap begitu penting?

Istilah Revolusi 4,0 memang mudah diucapkan. Tapi bagaimana bisa memahami kalau tidak mau mempelajarinya? Kalau tidak paham, lantas bagaimana bisa melaksanakannya? Daripada hanya bisa menunggu, mari kita melakukan hal-hal kecil. Berubah dari mengajar menggunakan slide presentasi yang sudah sekian lama tidak diperbarui, misalnya. Daripada memaparkan apa yang harus diketahui mahasiswa, mengapa tidak mengajak mereka mencari sendiri di Internet apa yang harus mereka ketahui?