Mengapa mahasiswa program sarjana di Indonesia harus mengikuti Kuliah Kerja Nyata, masih perlukah kini?

Mahasiswa program sarjana di Indonesia tentu tidak asing lagi dengan istilah Kuliah Kerja Nyata yang lazim disebut KKN itu. Tapi bedakan dengan KKN yang merupakan singkatan dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, istilah yang begitu populer pada awal era reformasi. KKN, seperti halnya skripsi, menjadikan mahasiswa program sarjana di Indonesia berbeda dengan mahasiswa program yang sama di luar sana. Mengapa harus mengikuti KKN, apakah KKN masih perlu dilakukan kini ketika masyarakat sudah maju?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mungkin ada baiknya menengok sejarah adanya KKN dulu. KKN merupakan program yang dinisiasi oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1971 dan dilaksanakan mula-mula oleh tiga universitas, Unand, UGM, dan Unhas, sebagai program rintisan. Laporan kegiatan rintisan tersebut dipaparkan pada Rapat Rektor Perguruan Tinggi pada 1972 dan dilanjutkan dengan pelaksanaan oleh 13 perguruan tinggi pada 1972-1974 sebelum kemudian dilaksanakan oleh semua perguruan tinggi.

Mengapa mahasiswa program sarjana di Indonesia harus melaksanakan KKN? Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, hal itu tak lepas dari peranan historis pemuda pelajar dalam perjuangan bangsa. Kira-kira, bila pemuda pelajar zaman sebelumnya berperan memperjuangkan kemerdekaan maka pemuda pelajar zaman berikutnya juga perlu mengambil peran yang kurang lebih sama, berbuat sesuatu untuk bangsa. Mahasiswa sebagai kaum terpelajar perlu belajar berbuat sesuatu untuk bangsa, selain juga belajar mengembangkan kepribadian masing-masing, belajar berinteraksi dengan masyarakat, menumbuhkembangkan jiwa kebangsaan.

Setelah reformasi, ada perguruan tinggi yang tidak mewajibkan mahasiswanya mengikuti KKN. Pasti ada alasannya, yang jelas bukan meniru perguruan di luar sana yang memang tidak memasukkan KKN ke dalam kurikulum wajib. Jadi perbedaannya adalah soal wajib dan tidak wajib itu. Setahun saya, di perguruan tinggi di luar sana, KKN merupakan kegiatan kemahasiswaan non-kurikuler. Artinya, mahasiswa tidak memperoleh nilai KKN seperti nilai mata kuliah. Tetapi, pada waktu tertentu, misalnya pada saat perayaan dies natalis, diberikan penghargaan kepada mehasiswa-mahasiswa yang berprestasi melaksanakan kegiatan community cervice.

Apakah KKN masih perlu dilakukan ketika masyarakat sudah maju? Jawaban terhadap pertanyaan ini berpulang kepada tujuan KKN itu sendiri sebenarnya apa? Kalau KKN itu untuk memajukan masyarakat, tentu tidak perlu lagi kalau memang masyarakat sudah maju. Tapi tujuan KKN bukan hanya itu. KKN juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar langsung dari lapangan. Juga belajar meneliti di lapangan. Semuanya kemudian bergantung kepada bagaimana KKN itu dikemas oleh perguruan tinggi masing-masing. Kalau memang ada kekurangannya, tentu itu bukan karena KKN itu sendiri, tetapi bagaimana KKN itu dilaksanakan.