Pewajiban itu datang dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, dalam bentuk Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012. Surat edaran dimulai dengan memberikan alasan sebagai berikut:
Sebagaimana kita kelahui bahwa pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dariKatanya menjadi tantangan bagi kita bersama, tetapi mewajibkan melakukan publikasi di jurnal ilmiah hanya kepada mahasiswa. Mengapa bukan para dosen atau para guru besar lebih dahulu memberikan contoh?
Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan
Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. Hal mi menjadi tantangan kita bersama untuk meningkatkannya.
Mungkin logikanya adalah bahwa kalau hanya para dosen dan para profesor yang melakukan publikasi maka jumlah publikasinya masih sedikit. Masih kalah dari jumlah publikasi Malaysia. Maka Malaysia perlu dikeroyok bersama-sama dengan melibatkan para mahasiswa. Entah apa kata Malaysia, kalau membaca surat edaran ini. Tapi sudahlah. Lupakan pula kalau ada dosen, atau mungkin profesor, yang sangat jarang melakukan publikasi. Tentu saja pernah, tapi untuk naik jabatan dari asisten madya menjadi asisten dan asisten ahli sampai naik jabatan menjadi profesor.
Tapi sudahlah, fokus kita sekarang adalah bagaimana agar mahasiswa program sarjana bisa melakukan publikasi di jurnal ilmiah. Dari mana memperoleh materi publikasi? Dari mana lagi kalau bukan dari skripsi. Karena itu dosen pembimbing skripsi mendapat tugas tambahan. Bagi dosen yang sudah biasa melakukan publikasi ilmiah tentu tidak terlalu sulit. Bagaimana jika dosennya sendiri jarang melakukan publikasi ilmiah? Tapi bukankah dosen dan guru besar wajib publikasi ilmiah? Benar, tapi pewajiban dosen dan guru besar menyusul kemudian, setelah pewajiban mahasiswa.
Menghadapi kenyataan ini mahasiswa perlu menyiasati. Kalau boleh membimbing, bersyukur dapat memilih dosen pembimbing skripsi yang sudah biasa melakukan publikasi ilmiah. Tapi bagaimana kalau yang membimbing adalah dosen yang tidak terbiasa melakukan publikasi ilmiah? Mahasiswa perlu mencari contoh dari jurnal ilmiah dalam bidang ilmunya, publikasi di jurnal ilmiah itu seperti apa. Lalu belajar sendiri menulis manuskrip, naskah artikel yang akan dipublikasikan di jurnal ilmiah. Dan tentu saja tidak perlu sungkan bertanya kepada dosen yang sudah biasa melakukan publikasi ilmiah, meskipun dosen itu bukan dosen pembimbing.
Pewajiban mahasiswa melakukan publikasi ilmiah tentu saja tidak ada salahnya. Hanya saja perlu persiapan yang matang. Skripsi merupakan pengalaman pertama seorang mahasiswa meneliti. Artinya, skripsi sebenarnya adalah hasil belajar meneliti, bukan meneliti yang sebenarnya. Maka tidak semuanya masuk dalam kategori layak publikasi. Tapi nyatanya, yang terjadi justru ada dosen melakukan plagiasi atas publikasi mahasiswa. Ini terjadi mungkin karena pewajiban dosen dan guru besar melakukan publikasi setelah pewajiban mahasiswa terlebih dahulu. Tapi tidak juga, sebenarnya sudah terjadi sejak cukup lama. Bagaimana kalau ini kemudian dicontoh di seluruh Indonesia?
numpang share ya min ^^
BalasHapusHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di add ya pin bb kami D87604A1 di tunggu lo ^_^